Header Ads

Menjamurnya Baliho, Potret Miskinnya Karakter Pemimpin

 

Alam Demokrasi sekarang ini membuka ruang persaingan antara tokoh tokoh politik dan masyarakat yang siap berhelat dalam setiap pemililhan. Mulai dari presiden, gubernur sampai walikota serta legeslatif yang kemudian menggunakan baliho sebagai  alat komunikasi ajakan keberpihakan untuk memilih setiap calon pemimpin. Bukan hanya dalam eksekutif dan legeslatif, dilembaga - lembaga kepemudaanpun  mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah menggunakan baliho sebagai alat untuk membangun citra setidaknya untuk dikenal. Dengan terbukanya ruang seperti itu, maka jalan untuk menjadi pemimpin terbuka secara lebar.sesuatu hal yang wajar dalam alam ilmu komunikasi.
 Akhir akhir ini kita di suguhi dengan gambar gambar elite - elite politik di kota Palopo yang akan mencalonkan diri sebagai pemimpin (walikota). Rupa gambar dibuat sedemikian indah digabung dengan bahasa memukau untuk membangun citra di masyarakat, gambar gambar inilah yang biasa disebut sebagai baliho. Mungkin pertanyaannya sekarang adalah ada apa dengan baliho. Tidak bisa dipungkiri bahwa baliho adalah gambar yang menyampaikan banyak pesan,didesain sedemikian rupa, Ia adalah rupa gambar yang mewakili seribu bahasa ajakan.
Baliho adalah strategi komunikasi politik dengan menggunakan gambar untuk mempengaruhi massa agar ikut dengan apa yang di sampaikan dalam pesan baliho itu. Mulai dari gambar berupa raut wajah calon pemimpin sampai bahasa yang digunakan, tak jarang bahasa yang digunakan adalah bahasa – bahasa mewakili Tuhan yang mewujud dalam kalimat kalimat ajakan untuk rakyat dengan slogan kerakyatan. Kesejahteraan rakyat, pengabdian untuk rakyat, berjaya untuk rakyat, sehingga terkesan para calon dalam baliho adalah rahmat untuk rakyat sampai kita sebagai masyarakat diantar untuk menyimpulkan bahwa mereka adalah orang yang akrab dengan rakyat yang akan selalu melakukan perubahan seperti dalam kalimat baliho itu.
Bukannya penulis ingin menolak semua itu karena itu sah dalam demokrasi politik, namun kita sebagai manusia harus membangun relasi kritik rekonstruktif membuka wacana dialogis tentang pesan apa sebenarnya yang tersimpan dalam baliho itu. Pertama kita harus melihat bahwa baliho ingin menyampaikan sebuah pesan akan ajakan keberpihakan. Kedua bahwa subyek baliho adalah manusia sebagai calon pemimpin, inilah pertanyaan yang harus dijawab dalam narasi kehidupan kita.
 
Ajakan Baliho dan Ajakan Iklan Produk

Rakyat adalah pilar negara, maka menjadi prasyarat mutlak untuk menyejahterakan rakyat, mengabdi kepada masyarakat sampai rakyat jaya dalam kehidupanya sehingga arah perubahan yang baik selalu akrab ditelinga dan mata rakyat sehingga semuanya menjadi rahmat untuk rakyat. Didunia sekarang ini, yang dikuasai oleh pengguanaan bahasa, politik baliho mewakili bahasa ajakan untuk berpihak, cuma didepan kalimat kalimat ajakan keberpihakan itu harus dibubuhi dengan tanda tanya. Apakah memang demikian adanya. Pesta demokrasi meliarkan serta melahirkan pesta kata dan gambar yang mewujud dalam baliho. baliho Memenuhi sudut - sudut jalanan, pinggir jalan, pepohonan sampai - sampai masyarakat tidak tahu mana calon pemimpin atau bukan, yang  mana baliho calon pemimpin serta yang mana iklan produk. Dua duanya pun bersanding antara baliho dan iklan - iklan produk, terkadang keduanya berdekatan antara baliho dengan iklan  sarimi dan rokok sampai kita menyimpulkan baliho dan sarimi instan adalah selera untuk kita semua yang instan, meskipun selera untuk kita semua namun tidak mengenyangkan.
Ajakan yang dilakukan dalam baliho tidak ubahnya dengan ajakan produk, cuma yang membedakan keduanya adalah bahaya salah pilihnya. Persamaannya, bahwa baliho hanya memuat ajakan agar rakyat memilih dengan alasan slogan kerakyatan semua hanya untuk rakyat tampa ada desain isu isu strategis yang akan dijadikan setting poin gerakan perubahan rakyat ketika terpilih, cuma untuk menarik konsumen politik, demikian halnya dengan iklan produk dagangan tujuannya, tidak lebih agar konsumen membeli produk dagangan.
 Lalu dimana perbedaanya, perbedaannya adalah mengenai bahaya salah pilihnya. Jika produk dari iklan yang sudah dibeli maka konsumen langsung bisa berhenti membeli dalam waktu yang sangat singkat, jika ternyata membahayakan dan tidak sesuai dengan isi iklannya, sehingga tidak membahayakan dirinya, lain halnya dengan yang salah pilih dalam memilih calon pemimpin , kesalahan dalam memilih calon pemimpin akan memberi dampak yang lama dikarenakan dalam demokrasi bukan yang membeli (memilih) yang membatasi kekuasaan, tetapi aturan tentang lamanya jabatan tersebut. Sehingga rakyatpun menjadi korban dari kekeliruan pemilihannya. Sehingga lebih baik memilih membeli iklan produk dari pada memilih produk baliho.

Baliho Dan Miskinnya Karakter Pemimpin.

Subyek Baliho adalah manusia yang mengaku sebagai pemimpin yang didalam gambar dan kalimatnya tersimpan makna kata “aku ingin menjadi pemimpin kalian”. Dalam pengertiannya pemimpin adalah mereka yang diserahi amanat oleh sekelompok orang untuk mengurusi kelompoknya demi memcapai tujuan yang dinginkan. Di setiap sudut dan pinggir jalan mata kita dijejali dengan gambar dan kata yang mengobral kata rakyat demi untuk mendapatkan amanah tersebut. Dalam defenisi kepemimpinan terdapat kata penyerahan amanat, penyerahan amanat inilah yang harus ditafsir sebagai dasar untuk  memahami potret pemimpin yang disuguhkan oleh partai dengan menggunakan Baliho. Penyeraahaan amanat untuk seorang pemimpin seharusnya bukan dari dirinya. Tetapi benar benar dari dari keinginan masyarakat.
Survei popularitas hanya terkesan mencari nama yang dikenal masyarakat, hanya sampai disitu tidak lebih, bahkan popularitaspun bisa dibeli. Jika masyarakat di tanya tentang apa yang telah dilakukan oleh orang yang mereka kenal itu terhadap dirinya atau masyarakat yang lain maka dipastikan mereka menjawab tidak tau. Baliho tidak ubahnya politik salon yang merias rupa buruk menjadi elok, sikap buruk menjadi baik sehingga semuanya adalah gambar bisu dan bahasa yang tidak merealitas. Baliho yang bertebaran dimana mana, memenuhi setiap sudut sudut kota, gencar dipasang untuk komunikasi massa dengan tujuan menarik perhatian rakyat, mengajak mereka berpihak kepada calon walikota, ini menunjukkan miskinnya karakter kepemimpinan.sehingga kita masyarakat hanya disuguhi “demokrasi prosedural tampa subtansi demokrasi”
Sejatinya pemimpin adalah mereka yang dikenal rakyat dari kerja – kerjanya, keberaniannya, serta keberpihakannya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Bukan dikenal karena baliho. Rata rata calon walikota kota Palopo adalah mereka yang sudah menduduki tampuk pemerintahan, seharusnya popularitas bukan lagi dibangun dari pertarungan Baliho, tetapi dibangun dari pertarungan kerja – kerja rill yang dilakukan setelah kurang lebih 5 tahun mengabdi untuk rakyat. Miskinnya Karakter kepemimpinan yang dibangun atau tampak selama menjabat ditampuk pemerintahan oleh calon pemimpin walikota inilah yang membuat meraka bertarung baliho, yang mewujud secara sederhana dalam Baliho tampa ada publikasi tentang apa yang telah dilakukan pada masa menjabat serta tidak adanya isu isu strategis di setiap baliho, yang akan dilaksanakan oleh setiap calon sebagai setting point gerakan perubahan kearah yang lebih baik, sebagai tolak ukur serta alasan kenapa harus mendukung mereka.
Jangan sekali - kali kamu mengira bahwa kekuasaan yang telah diserahkan kepadamu itu adalah hasil buruan yang jatuh ketanganmu itu adalah amanat yang diletakkan ke pundakmu. Pihak yang diatasmu mengharapkan engkau dapat menjaga dan melindungii hak hak rakyat maka jangan lah engaku berbuat sewenang  - wenang terhadap rakyat ( imam ali ra)
Penulis :
Hajaruddin Alfarisy
Staf Advokasi dan Jaringan HMI Cabang Palopo

No comments

Powered by Blogger.