Header Ads

Terjatuh di Lembah Suff




 
Ilustrasi, Perjalanan
Nainawa kini tak bisa berucap apa  apa. Semenjak satu bulan lalu, ketika ia terjatuh kedalam jurang dalam di hutan belantara lembah suff. Ia ditakdirkan untuk selamat, tapi ia tak mampu berbicara setelahnya. Sepintas ingatannya kadang mencoba hadir kembali. kedatangannya sesekali lalu menghilang kembali, ia memegang kepalanya, tapi ia tak nampak khawatir. Seperti daya kejut listrik yang memercikkan energinya, lalu melemparkan siapa yang memegangnya, tapi ia tak mengalami hal hal yang mengkhwatirkan. Nainawa melewati hari harinya, ia hidup dalam rahasia, misteri  diam yang hanya dimengerti oleh tuannya. Seperti seekor binatang yang sadar namun tak mampu berbicara apa apa.

Ia mengingat satu hal mengapa ia telah terjatuh tapi ia lupa pada sepenggal hal yang ia telah lalui dalam jurang lembah Suff.  Ia terjatuh ketika tersesat dalam perburuan seekor menjangan. Kala itu, ketika ia tersesat ia menyalakan obor yang untuk menerangi kegelapan didepan matanya. Hembusan angin seakan hendak merobohkan pepohonan dan hujan mematikan api, hingga akhirnya ia terpeleset, lalu jatuh kedalam jurang lembah suff.
Orang orang menceritakan keadaan saat itu, hari yang naas itu terjadi saat hujan lebat ketika Nainawa terpisah dari beberapa orang kampung berburu seekor rusa di hutan suff sore hari.  Denya ibu Nainawa sekali waku bercerita. “Ketika Nainawa kembali dari kota idea – kota pengetahuan. 

“Kakinya memang tak lagi selincah sebelumnya, kakinya tak lagi gesit menjejal menelusuri punggung punggung bukit lembah dan menyeberangi sungai. Matanya tak seterang ketika dahulu, pendengarannya tak lagi mampu mendengar gerak gerak alam yang menjadi tanda bahaya. Ia kehilangan insting alamiahnya meskipun sesekali orang masih memercayai bahwa nainawa kadang begitu gesit melangkah tetapi ia tak bisa bertahan lama. Nainawa menggunakan nalarnya sehingga ia membutuhkan waktu sedemikian lama untuk menyelamatkan diri-nya” Ucapnya

Denya masih melanjutkan “ Anakku memiliki beban yang membuatnya tak mampu menyelamatkan dirinya dalam lintasan waktu yang begitu cepat”. 

Zen, guru Nainawa dari kota Idea mendengarkan apa yang disampaikan ibu Nainawa, perempuan paruh baya dengan raut wajah keibuan yang ramah, genangan air mata menetes disudut matanya. Zen memang mendatangi kampung Nainwa, lembah suff menemui muridnya yang telah setahun meninggalkan kota. Ia telah mendengar kejadian yang menimpa murid yang ia banggakan. Murid yang telah berdialog soal bagaimana ia mengkritik pengagum kota idea dalam perburuan pengetahuan dimana kota telah menenggelamkan manusia pada pemujaan nalar. 

Zen masih teringat kata Nainawa “ Disini Kota pengetahuan Filsafat ketuhanan juga materi dibicarakan tetapi Tuhan tak pernah dicari dalam kegelapan. Kita tak mungkin mengenali hal hal yang tanpak kecuali hanya mengetahuinya, sementara pencarian dalam kegelapan adalah pencaharian mengenali apa yang tersembunyi. Kita tak mungkin meninggalkan kegelapan tetapi juga tidak bisa meninggalkan terang begitupun sebaliknya.

Nainawa memang terpikat pada aroma pikir Ibnu Arabi tentang ufuk timur dan ufukl barat yang ditafsir secara esoteris. Ufuk timur adalah ufuk materi, tersingkapnya wujud tindakan tuhan, segala keragaman yang harmoni pada setiap mawjud yang menerima kekhasannya masing masing dimana nalar menemukan tempatnya.  Ufuk Barat adalah tenggelamnya cahaya dimana kegaiban membentuk tempatnya, disanalah perburuan untuk mengenali, tertutupnya indera manusia “ yang hanya dilihat adalah cahaya”.

Angin malam menghembus, menerobos celah dinding tanpa suara, melewati sulaman – sulaman bambu yang saling menyilang tanpa hambatan. Denya ibu Nainawa masih menatap Nainawa yang tak mampu berucap apa – apa. Zen kala itu terhenyak, Sang guru menatap wajah muridnya. Nainawa tertunduk seketika matanya berhenti pada tatapan Zen.
 
“Aku tau bahwa aku mengalami hal yang aneh, aku sadar dengan keadaanku tetapi aku tak bisa menjelaskan kepada guruku juga kepada ibuku”   pikir Nainawa. Nainawa menoleh kepada Ibunya, air matanya meluncur “ Ini derita yang tak mungkin engkau pahami, tapi bagaimana aku menjelaskan ini, ini adalah jalan yang telah ditentukan padaku.

Denya sesaat terdiam. “ Aku tak mengerti apa yang terjadi dengan anakku ini, apa yang harus kulakukan agar anakku sembuh dengan penyakit ini” ucap Denya pelan.

Suaranya yang pelan bersamaan dengan datangnya angin yang  menghembus pelan, merangkul ucapan seorang ibu lalu angin membawanya terbang kepada sesiapapun. Pertanyaan kepada siapa saja yang mampu mengerti bahasa hembusan angin yang hanya mampu dirasakan namun tak mampu diketahi kepastian jawabannya.

“Ini adalah teka teki kehidupan, jalan kesendirian yang jawabannya tak mungkin kutemukan sekarang. Ini adalah kesendirian yang misterius. Dan karenaya aku tak mampu membahasakannya” bisik Nainwa dalam hatinya.

“Denya tak perlu engkau khawatir” ucap Zen. Suara Zen memecah keheningan.
“Aku mengerti siapa Nainawa, aku telah banyak bercerita ketika di Kota pengetahuan dan akupula meyakini ini adalah jalan baginya, segala yang misterius ini adalah urusan yang paling dalam pada diri anakmu”  Ucap Zen sesekali menatap Nainawa dan Ibunya.

Nainawa masih membisu, mulutnya terbuka tapi tak mampu mengeluarkan kata kata. Air matanya menuruni wajah yang nampak pucat. Air matanya mungkin sebagai tanda terimakasih kepada Zen Gurunya yang menenangkan ibunya.

“Bu, tidak usah menghawatirkan anakmu, ia dalam keadaan sehat dan baik baik saja”

“Aku hendak pulang Nainawa”,

Nainawa mengantar gurunya menuruni tangga – tangga rumah nainwa. Bunyi tangga menderak  mendapat beban dari dua orang yang saling mengerti tapi tak saling bicara. Nainawa melepas kepergian gurunya, ia mendekap gurunya erat erat dengan tangis keras yang tak terdengar.

“Nainawa engkau harus mengerti mengapa engkau terjatuh dalam jurang kegelapan itu sampai seperti ini. Orang awam menganggap apa yang kau alami sebagai hal yang mesti terjadi, tapi engkau tidaklah mengalami hal yang demikian, Nainawa engkau sementara dilepaskan dari beban – beban pengetahuanmu. Engkau dituntun mencari apa yang menjadi misteri dari kegelapan sebagai tanda ufuk barat itu, engaku sementara diajak menyendiri mencari cahaya yang telah tenggelam itu ” ucap Zen

Zen lalu menerobos malam meninggalkan kampung Nainawa.

No comments

Powered by Blogger.