Header Ads

Pesan Siri’’ Untuk Demokrasi Lokal yang Bermatabat


Diera demokrasi ini, Ketakutan kita bukanlah karena desentraliasi pemerintahan, tetatpi ketakutan kita adalah  ketika desentralisasi  itu disambut oleh manusia - manusia yang tidak memilik siri” dalam prilaku sosia yang akan membawa keadaan sosial menjadi kekacauaan sosial ( hajaruddin alfarisy ).

Pagelaran politik ibarat sebuah sandiwara yang  akan selalu mengarahkan penikmatnya untuk merasa suka dengan apa yang mereka tampilkan. Memory kita dipasangi rekaman - rekaman yang tidak kita tau dari mana datangnya lalu menyimpul seperti imajinasi, kemudian lahirlah imajinasi akan keadaan yang ideal untuk masa yang akan datang. dengan begitulah terbentuklah harapan dalam bentuk imajiasi tak terarah. Memasukkan imajinasi kedalam dunia khayal yang sesaat mungkin juga menyesatkan, memasang memori imajinasi yang membahayakan keadaan sosial.

Pemasangan memory eksternal oleh pihak luar kedalam otak manusia atau suatu kelompok/komunits sosial oleh manusia atau kelompok tertentu dalam masa pesta demokrasi tidaklah mudah, berbeda dengan masa dimana cuaca politik belum ekstrim atau setidaknya masa dimana penyadaran yang dilakukan untk kepentingan rakyat belum terlalu diboncengi kepentingan politik praktis untuk pemenangan. Dikarenakan dalam realitas  politik yang kita saksikan meskipun rakyat memliki kedaulatan lewat suaranya, namun pertarungan politk untuk pemenagn akan selalu melihat peluang untuk mendapatkan suara tersebut. Kedaulatan suara rakyat itu juga hanya terjadi pada saat pemeilihan dimana demokrasi mengahruskan demikian adanya.

Kondisi yang demikian tersebut mengakibatkan penyiapan strategi untuk memoles rakyat untuk memilih ke calon tertentu. Menjadikan masyarakat sebagai konsumen yang sangat dibutuhkan lalu diperebutkan. Pola pola yang dilakukan adalah menjadikan rakyat sebagai konsumen pemilih terpaksa sebagai akibat dari polesan pemenangan calon yang dilakukan bukan dengan cara memperjuangkan rakyat untuk sadar dalam memilih. Selain itu muncullah mobilitas individu atau kelompok kelompok baru yang sangat cepat masuk dalam politik praktis.

Pada konteks yang demikian maka dikawatirkan kekacauaan sosial akibat kekacauaan politik dimana hajat akan kemenangan yang disuplai kepada masyarakat  akan menjadi kenyataan yang menakutkan (realitas horor). Tesis yang dibangun oleh Samuel P Huntington mengatakan bahwa kekacauaan sosial terjadi akibat dalam era demokrasi mobilitas yang sangat cepat dimana  munculnya kelompok kelompok baru yang masuk dan ingin terlibat dalam politik diperparah lagi oleh lembaga politik yang belum matang.

Saat pesta demokrasi, termasuk Pemilihan Kepala Daerah maka pada saat itu akan muncul demokrasi harapan yang tidak memiliki ruang saluran dalam masa pemerintahan sebelumnya atau setidaknya kandas dalam perjalanan pemeilihan sebelumnya. Munculnya demokrasi harapan ini melahirkan mobilitas individu atau kelompok yang sangat cepat untuk menggabungkan diri dalam praktek politik praktis. Dikarenakan pesta demokrasi adalah pemenuhan hajat kemenangan maka peluang munculnya kelompok baru yang bergabung terbuka lebar tak kenal apa motifnya yang jelas bahwa suara mereka untuk calon yang diusung. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh John Turner, bahwa dalam era demokrasi, bahaya akan menjadi demokrasi. Bahaya akan dinikmati oleh semua individu atau suatu kelompok.

Kenyataan politik di palopo setidaknya mengarahkan kita untuk memahami bahwa kemungkinan ada arah terjadinya persaingan yang dikawatirkan akan memicu kekacauan sosial yang akan merusak ketertiban masyarakat. Beberapa kasus pengrusakan baliho adalah bentuk ketidak dewasaan berpolitik yang mengancam keadaan sosial yang kondusif. Selain itu menjadi pelajaran bagi kita atas berbagai kejadian di beberapa daerah di Sul - Sel, bagaimana kerusuhan di Tana Toraja, kekacauaan di Gowa, dan Soppeng.
Jika bahaya akan menjadi demokrasi maka yang harus dijawab adalah sebagai wija to luwu, kita harus mencerminkan politik yang bermatabat. Siri’’ adalah tutur kata leluhur akan keluhuran pribadi to luwu “yari ta tau’ siri tari. Apakah siri’’ bisa menjadi kata yang bisa mengawal pilkada Palopo kearah yang bermakna penuh dengan tradisi saling menghargai.  Selanjutnya yang harus dijawab adalah apakah siri dalam kalimat “yari ta tau siri’ tari” itu mampu menyublim kedalam jiwa kita agar kita menjadi manusia atau tau” dalam pandangan manusia luwu’ itu dan bagaimana siri sebagai sifat yang bisa mengawal pesta demokrasi lokal dipalopo itu. Kenyataan yang menghawatirkan itu harus dijawab dengan kembali mengkaji makna siri’ manusia to luwu’ karena makna makna tersebut adalah kebenaran pada masa lalu yang akan dijadikan pelajaran.

Menyuplai Siri” di Wilayah Demokrasi Lokal Kota Palopo

Siri’’ secara bahasa diartikan sebagai rasa malu. falsafah hidup masyarakat luwu yang mengannggap siri sebagai kunci dari setiap apa yang dilakukan jika sekiranya manusia tidak memiliki “siri” maka yang tejadi adalah munculnya kelakuan  manusia seperti binatang yang tak memiliki rasa malu, budaya saling tidak menghargai dimana ego individu serta ego komunitas ingin lebih dari yang lain dengan jalan yang tak santun, maka muncullah persaingan yang tidak sehat, persaingan tersebut dipastikan akan mengancam ketertiban sosial dan hal itu terjadi karena tidak adanya rasa malu “siri” yang dimiliki oleh manusia atau komunitas.
Lalu bagaimana menyuplai siri dalam demokrasi lokal untuk mengawal Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) kota Palopo menuju demokrasi yang benar benar untuk rakyat tampa kekacauaan sosial atau setidaknya meminimalisir munculnya kekacauaan sosial itu, salah satunya adalah kembali menyuplai makna siri dalam setiap prilaku individu serta komunitas termasuk dalam upaya pemenangan dalam kancah politik praktis pemilihan kepala daerah. Pesta Demokrasi dengan hajat pemenangan harus diurai dalam makna pemenangan misi kerakyatan yang dikawal oleh sifat siri”.

Menurut Mattingaragau, Chaerul A. Molang, Wahida dalam buku Andi Jemma pahlawan Nasional dari bumi Saweri Gading Filosofi dasar kecerdasan siri merupakan sebuah hal yang penting sebagai identitas masyarakat luwu, siri adalah upaya mempertahankan harkat dan martabat baik sebagai individu masyarakat, atau kelompok masyarakat yang lebih luas. Dengan demikian hilangnya siri” atau bergesernya makna siri akan membuat individu (tau) dan masyarakat luwu akan kehilangan harkat dan martabatnya.
Dalam melihat tatanan masyarakat yang ada maka siri merupakan standar nilai kemanusiaan sosial kemasyarakatan. Siri adalah fitrah Ilahiyah yang ada pada setiap manusia Siri lahir dalam diri manusia sejak ia lahir dimuka bumi  ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa siri akan selalu hadir pada diri “tau“ manusia. Nilai siri yang dominan akan selalu mempengaruhi manusia dalam bertingkah laku , cara berfikir , bertindak, berbicara dan bersikap dalam kehidupan sosial., siri yang telah ada pada diri manusia sejak lahir yang merupakan fitrah dari Tuhan yang diberikan kepada hamba-Nya, akan menjadi kekuatan internal untuk melawan pengaruh eksternal yang selalu berupaya mencemari nilai pejaungan yang ingin di capai. Sehingga bisa dipastikan siri’’ adalah sifat internal yang secara pisikologis akan selalu mengawal manusia dalam prilakunya. Tidak adanya siri” akan melahirkan beragam upaya upaya yang mengahalalkan segala cara demi mencapai tujuan meskipun tidak baik.

Munculnya gelagat kearah yang dikawatirkan menimbulkan kekacauaan sosial dalam setiap pesta demokrasi harus di eliminasi. Mereka yang mencalonkan diri untuk Kepala Daerah juga Team pemenangan calon harus memiliki siri’’ dengan demikian maka siri akan mengawal jalannya pesta demokrasi yang akan dilalui. Budaya sifat siri dengan adigium “yari ta tau siri tari” harus dimiliki oleh semua elemen masyarakat termasuk para calon serta team pemenangan agar muncul demokrasi yang santun.  Siri’ harus dibangun dalam maistrem egaliterian “tau sipakata’ serta ia ada ia gau, taro ada taro gau. Kedua kalimat tersebut dalam pesta demokrasi lokal harus dimiliki oleh  setiap calon pemimpin serta team pemenangan yang akan menyuplai hajat pemenangan demi perubahan yang lebih baik. Sehingga pesta demokrasi tidak akan menimbulkan kekacauaan sosial, yang mengakibatkan bahaya menjadi demokrasi.

Tau sipakatau harus benar benar menjadi prinsip dalam melakukan mobilisasi kepentingan baik mobilisasi wacana serta mengarahkan mobilisasi kelompok. Prinsip tau si pakatau memiliki makna saling menghormati antara manusia satu dengan yang lain, memahami sebagai tutur pesan leluhur wija to’ luwu akan perlunya membangun hubungan antara manusia satu dengan yang lain dengan prinsip manusiawi, kekhawatiran munculnya kekacauaan sosial yang dikarenakan sikap tidak saling memanusiakan dalam proses pesta demokrasi, misalkan saja merusak baliho dikarenakan demokrasi yang tidak memuat prinsip tau sipakatau. Maka makna kearifan “tau sipakatau” perlu di amalkan dalam suasana pesta demokrasi lokal demi menciptakan keadaan menuju tertib sosial yang kondusif, tau sipakatua juga harus dimaknai bahwa pemilih adalah manusia yang tidak ingin diibaratkan sebagai konsumen ataupun juga barang dagangan tetapi mereka memilih karena ingin menyerahkan amanat kepada yang dipilihnya untuk mengarahkan serta mengatur kehidupan mereka kearah yang lebih baik.

Selain itu pesta demokrasi melahirkan demokrasi janji, dengan demikian janji itu harus dibuktikan, Ia ada ia gau, taro ada taro gau menjadi sesuatu hal yang paling urgen dalam demokrasi.  Ada  dimaknai sebagai kata dan gau sebagai perbuatan, Kesatuan Antara Kata dan Perbuatan. kalimat tersebut harus menjadi kunci dalam pesta demokrasi. Memahami bahwa tau dalam pandangan wija to’ luwu adalah yang menyatu pada dirinya kata dan perbuatan. Ia ada ia gau dalam demokrasi janji menunjukkan bahwa misi kerakyatan tidak diukur lewat janji janji politik tetapi dibuktikan dengan perbuatan.
Siri bukanlah rasa malu yang hadir pada manusia ketika dikalah, tetapi siri adalah rasa malu ketika tidak menghargai yang lain, siri adalah rasa malu ketika janji tidak mampu di tepati. Siri” ketika kita menang dengan cara yang curang karena kekalahan yang sebenarnya itu adalah kemenangan dengan kecuarangan, sedangkan kemenangan yang sebenarnya adalah menang dengan permainan yang santun serta kalah dengan terhormat. kekalahan yang terhormat memberikan pencerahan pendidikan politik tentang perubahan yang dilakukan dengan kebaikan. Dengan demikian maka pesan siri” untuk  pesta demokrasi  memungkinkan untuk menciptakan demokrasi yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan yang akan mencerminkan politik yang santun.

Penulis : Hajaruddin Alfarisy
Staf advokasi dan jaringan  HMI cabang Palopo

No comments

Powered by Blogger.