Arua Kemana Jejak Matamu
Jarum jam seakan berhenti. Sesosok gadis tertegun, tunduk dalam segala keharuan. Tatapannya kosong, ia seakan tidak memilki siapa siapa, ia melupakan dirinya. Kecemasan akan dirinya menjauh. dunia kini tiada bermakna, perih pada jejaknya, tergores serakan kaca bening yang tertabur tajam. Subuh itu kekejaman manusia mengakiri kebahagiaan rumah itu.
Arua berjalan,
goyah tetapi tegar, berdiri meski darah mengalir, ia berhenti memasang
pendengarannya mencari suara diantara luka yang memerah di hati dan jejaknya,
masih ada cinta pada yang lain meski ia melupakan keadaanya. Arua berhenti
bukan karena perih tetapi karena kasih, ibu dimana kamu sahutnya gagap. Embun
terjatuh dari sudut dedaunan ketika ia terjatuh lunglai karena dirinya sudah
tak kuat.
Subuh yang lusuh. Tiada lagi yang
menemani di didua sajadah yang berpisah, pada satu waktu. Hanya satu sajadah digelar
sementara sajadah satunya masih terlipat rapi pada tempatnya. Sepasang mata berbinar
sendu tersudut nuansa dalam gelap yang seakan menghantar keadaan yang tak
dimengerti. Meskipun fajar mulai membisik santun, menenangkan, “esok, pagi kan
datang menjingga, ! embun berwarna kan terjatuh indah. Namun dari raut wajahnya
tak ada hal itu, ia gagap, terisak setelah mengingat, tersedu dalam rindu,
matanya cekung disudut matanya tersudut kesendirian.
Pagi itu, 7.00
, kerumunan manusia berkumpul, disatu rumah sederhana, keadaan begitu
menyedihkan, nampaknya ada hal yang begitu mengharukan. Seseorang berkemas
berjalan, air mata terjatuh pada bumi membetuk genangan kenangan, kakinya masih
terluka namun tak ia rasakan. Pagi itu, langit mengirim kabut hitam. Terdengar suara
sayup sayup lirih, berbisik, seakan tak sampai pada pendengaran yang lain, “kasihan
Arua kehilangan ibunya”. Saat itu embun terakhir memutus diri dari ujung ujung
dedaunan. Kasih telah pergi, canda telah mengakhiri suaranya, senyum telah ia
akhiri. Kedalaman kehidupan yang berkisah pilu,
"Gimana kedaadan kaka", sapa seorang bocah kecil , tatapannya sesekali tertunduk ia
mengerti tentang suatu kenyataan yang memilukan. Seorang anak kecil yang mampu
menangkap rasa terluka.
Baik de’ mana
ibumu aku belum melihatnya, sahut Arua . “ibu lagi dikota ia sementara dalam
perjalanan kesini, kabarnya baru sampai tadi pagi”. Sesaat hening mendiam,
mencipta diri, air mata menuruni kelopak matanya, kemudian terjun bebas dari
mata yang telah senduh basah. Lalu bumi pun terbasuh air mata yang terluka.
Arua mendekati
sang bocah dipeluknya mesra. kaka’
benar benar merasa sendiri setelah kepergian ibu, dunia seakan berhenti, aku
tak tau mau berbuat apa apa. Aku kehilangan perempuan yang menyapihku dalam
nasihat cinta yang menenangkan, ia tak perlu meramu kata agar membuatku tenang
, sebagaimana sang penyair perlu memilih kata agar ia menenangkan diri dan
orang lain, ia adalah penyair yang tak biasa, apa yang dilakukannya adalah
syair gerak, bagaimana mungkin aku melupakannya ketika cintanya telah hidup
dalam diriku.
Matahari menjauh, kala mendung
menuruni langit desa awan, gerimis terjatuh dalam titik titik yang rintik
sementara cahaya mulai memudarkan dirinya, ada kabut hitam menggumpal saat
keadaan mulai tak biasa.
Jejak kaki melangkah mengantar
kepergian ibu Arua, tak ada kata kecuali diam yang riuh, Ketika ia berjalan
sesekali ia menyeka air matanya, dibatas waktu itu Arua menatap jauh tatapannya
kosong, ia mengusap air matanya dalam sekahan yang penuh dengan keharuan.
Bunga kamboja menjadi saksi ketika
ia hendak menyaksikan ibunya pergi tanpa kembali. Ia lalu menepi dibawah pohon
tanpa sahabat, tanpa siapun. Sejenak yang lama, Rindu yang menikam keheningan. cinta
telah merana dalam dirinya. Ketika ia hendak berjumpa, perjumpaannya hanya
dalam ingatan rupa kerutan wajah ibunya.
Keadaan menghening
, angin berhembus lirih, daun yang tua jatuh karena keadaannya. Arua, terlupa
dengan keadaannya matanya kosong, saat itu ia tersentak dalam waktu tersingkat,
ketika ia mendengar suara yang samar : Arua kemana jejak matamu, aku ada dihatimu
dan kita takkan berpisah, jangan engkau mengatakan kita berpisah, kita berpisah
itu ketika Aku tak lagi dalam Hati dan Doamu. #
No comments